Selasa, 01 Maret 2011

Pastor Paroki dan Gedung Gereja

Para Pastor yang bertugas di paroki Kelanit.
Kita teringat akan peristiwa bersejarah tanggal 14 Mei 1902 mengenai pelayanan Perayaan Ekaristi oleh Pastor Mertens SY dan Pastor Bijsterveld SY secara bergantian karena pada saat itu di seluruh kepulauan Kei hanya dilayani oleh dua orang tenaga Imam, sehingga banyak pelayanan lain dilakukan oleh guru Katekis.
Pada tanggal 28 Oktober 1902 Bpk. Uskup Mgr. Sybrandus Luypen, Vikaris Apostolik Batavia tiba di Kei untuk memberikan Sakramen Krisma kepada 312 orang umat di Langgur. Setelah itu beliau juga mengunjungi Kolser, Kelanit, Sathean, Ngutwaw, Iso, Ngabub, Wain, Revav, Rumat, Watraan dan Duroa. Pada tanggal 10 November 1902 Bapak Uskup meninggalkan kepulauan Kei kembali ke Batavia.
Tanggal 22 Desember 1902 Missi Kepulauan Kei dipisah dari Vikariat Batavia dan berdiri sendiri dengan nama Vikariat Apostolik Nieuw Guinea yang wilayahnya meliputi Nieuw Guinea (Irian Barat), kep Kei, kep Aru, Ambon, Halmahera serta pulau-pulau sekitarnya dan berpusat di Langgur.
Tanggal 13 Februari 1903 Kongregasi Propaganda Fide di Roma mengeluarkan surat keputusan mengangkat Pastor Dr. Mathias Neyens MSC selaku Prefek Apostolik Nieuw Guinea yang pertama.
Pada tanggal 1 September 1903 Pastor Dr. Mathias Neyens MSC bersama Pastor Henricus Geurtjens berangkat ke Indonesia dan tiba di Langgur tanggal 28 November 1903. Tanggal inilah merupakan awal karya Tarekat MSC di Indonesia.
Tanggal 1 Januari 1904 diadakan serah-terima pelayanan umat di Prefektur Apostolik Nieuw Guinea dari tarekat SY kepada tarekat MSC di Langgur. Sejak saat itu perayaan Ekaristi kedua kalinya dilayani oleh 2 imam yaitu Pastor Dr. Mathias Neyens MSC yang lazim disapa sebagai Tuan Bun dan Pastor Henricus Geurtjens MSC secara bergantian.
Pada tanggal 21 Januari 1904 tiba serombongan Misionaris MSC dari Belanda.
Perlu dicatat bahwa pada April 1904 Pastor Mathias Bun pergi ke Merauke, serta pada April 1905 Tuan Bun pergi ke Ambon untuk mengunjungi umat di sana. Perjalanan Tuan Bun dari kampung ke kampung kebanyakan melalui jalan tikus di hutan dan kebun-kebun penduduk. Setelah dibangun gedung Gereja pada tahun 1905 pelayanan umat dilakukan di sana.
Pada tanggal 22 Februari 1907 Pastor Willem Kamerbeek dengan kawan-kawan tiba di Langgur. Beliau ditunjuk untuk melayani umat Katolik di Kelanit dan Watraan ;
Pastor Kamerbeek kemudian ditunjuk untuk melayani umat di Kelanit dan Watraan, tetapi tetap berdomisili di Langgur.
Tanggal 24 Desember 1907 tiba pula di Langgur serombongan tenaga baru yang terdiri dari 5 orang Pastor dan 3 orang Bruder yaitu Pastor Yan Van den Bergh MSC, Pastor Yoseph Klerks MSC, Pastor Bernardus Thien MSC, Pastor J. Yernaux MSC, Bruder J. Yoosten MSC, Bruder J.Duyndom MSC dan Bruder M. Tops MSC
Pastor Bernardus Thien MSC langsung ditugaskan sebagai Pastor tetap dan Pastor Paroki Pembantu di Kelanit yang sekaligus melayani kampung-kampung sekitar termasuk kampung Watraan dan merayakan misa Natal 25 Desember 1907 di Kelanit. Beberapa saat kemudian Watraan dilepas dari Kelanit dan bergabung dengan Duroa yang dilayani oleh Pastor Petrus van de Raad MSC yang berdomisili di Langgur
Statistik tahun 1910 yang dibuat oleh Prefek Apostolik Dr. Mathias Neyens MSC Mencatat hal-hal berikut.
Jumlah umat : - di Kei Kecil : 2.375 orang
- di Kei Besar : 565 orang
: 2.940 orang
Baptisan - di Kei Kecil : 380 orang
- di Kei Besar : 271 orang
651 orang
Calon Baptis - di Kei Kecil : 421 orang
- di Kei Besar : 500 orang
929 orang
Dalam tahun 1910 di Kei Kecil ada 5 stasi Induk dan 4 buah di Kei Besar yaitu
Di Kei Kecil Di Kei Besar
1. Langgur 1. Hollat
2. Namar 2. Haar
3. Rumat 3. Watuar
4. Kelanit 4. Uwat
5. Ohoidertutu
Selain itu masih ada 9 Stasi yang hanya dilayani seorang guru Agama. Kesembilan Stasi Induk di atas kemudian ditetapkan sebagai induk Paroki.
Pada tahun 1911 Pastor Thien menjalani cuti ke Belanda dan untuk sementara beliau digantikan oleh Pastor Ernest Masure MSC . Pastor Thien kembali ke posnya di paroki Kelanit pada bulan September 1911, sedang Pastor Masure kemudian ditugaskan ke Hollat pada tanggal 23 September 1911.
Pastor Thien dalam masa tugasnya pernah mendorong pembangunan gedung Gereja ke III di lokasi yang sekarang dan pembangunannya diperkirakan selesai pada tahun 1925
Tanggal 23 Mei 1920 Pastor Robert Weber MSC dan Pastor Emericus Gosens MSC tiba di Langgur. Pastor Weber ditugaskan di Tanimbar sedang Pastor Emericus Goosens MSC ditempatkan di Kelanit sebagai Pastor Paroki menggantikan pastor Thien MSC yang selanjutnya ditugaskan di Kei Besar.
Sekitar tahun 1928 Pastor Yoseph Klereks MSC diperbantukan di Stasi Induk Paroki Kelanit,yang juga pernah membahas nama Ohoi Kelanit bersama guru Salvator Lefteuw seperti telah diuraikan dalam Bab I.
Antara 1928 – 1934 paroki pembantu Kelanit dilayani pula oleh Pastor Walterus van Wiyngarden MSC.yang karena keramah-tamahannya dijuluki “Tuan Bilan Mafun” Setelah berkarya selama beberapa tahun di kepulauan Kei beliau pada tahun 1936 terpaksa kembali ke Negeri Belanda karena alasan kesehatan
Pada tanggal 5 April 1934 Pastor Gerardus Berns MSC, Pastor A.Helmer dan Pastor Yan van de Bijl MSC tiba di Langgur. Pastor Gerardus Berns MSC ditugaskan di Kelanit sebagai pastor paroki disamping jabatan lain sebagai sekretaris Uskup. Kedua jabatan penting ini dijabat hingga akhir hayatnya ketika ia ditembak mati bersama Bpk. Uskup Johannes Aerts serta sejumlah Pastor dan Bruder di pantai Missi Langgur pada tanggal 30 Juli 1942
Pada zaman perang Jepang Pastor Thien bersama Pastor Yos Klerks dan beberapa orang suster ditangkap dan dijadikan tawanan perang, Tanggal 15 Februari 1943 terjadi pemboman kamp tahanan Tantui. Menurut Pastor Dr.Karel Badaux dalam bukunya “WAR CAME TO THE KEI ISLAND” ditulis bahwa ada 28 orang korban di antaranya lima Suster dan dua Pastor yaitu Pastor Yoseph Klerks dan Pastor Bernandus Thien yang hancur tubuhnya, mereka semua dimakamkan di Tantui. Nanti pada tahun lima puluhan makam itu digali kembali dan kerangka mereka dipindahkan ke Taman Bahagia yang letaknya berdampingan dengan Taman Makam Pahlawan di Kapaha.
Dari jenazah para Suster, masih dapat dikenali jenazah Suster Priska dan Suster Norberta, juga jenazah Pastor Thien masih dapat dikenali walaupun sebagian besar tubuhnya hancur. Peletakan kubur mereka yang sudah dikenali karena kubur Pastor Thien diapit oleh kedua Suster, sedangkan makam Pastor Yos Klerks bersama tiga orang suster tidak diketahui karena tubuh mereka hancur oleh pemboman itu.
Pada tahun 1946- 1947 yang biasa disebut masa kapitulasi, Pastor Frans Munster MSC yang lazim disapa sebagai Tuan Jerman berusaha membina kembali semangat umat yang masih mengalami trauma akibat perang. Pada masa jabatannya diadakan upacara adat sebagai ungkapan syukur dengan melakukan penyembelihan hewan korban (seekor kambing jantan) di tengah Woma.
Pada tahun 1947 – 1954 ditugaskan Pastor Petrus van de Raad yang biasa disapa Tuan Van. Ia berjenggot putih dan panjang ini sangat tegas dalam menjalankan tugasnya. Hal ini teringat jelas untuk penulis, karena ayah kandung penulis bertugas sebagai Suis di Gereja Kelanit sampai beliau meninggal pada tanggal 3 Oktober 1953. Pastor ini menetap di Ohoi Kelanit dan lancar berbahasa Kei. Dalam masa jabatannya ia mulai membentuk dan mengembangkan organisasi kerasulan awam Konfreria Apostolat dan Konggrasi Maria. Tahun 1954 beliau dipindah ke Katlarat di Kei Besar.
Tahun 1954 – 1957 tiba di paroki Kelanit Pastor Albertus Rutgers MSC seorang pendatang baru yang lama bertugas di Keuskupan Manado.Meski tidak menetap di Kelanit karena beliau merangkap tugas sebagai guru di sekolah-sekolah lanjutan Katolik di Langgur, pelayanan imamatnya tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Disamping itu sebagai seorang pelukis beliau berusaha melukis 14 stasi langsung pada papan dinding Gereja Kelanit.Gambar-gambar sebesar manusia itu membuat suasana di Gereja lebih indah dan menarik. Pertengahan 1957 beliau dialih tugaskan ke Paroki Namar dan perayaan pesta Perak Imamat berlangsung di Debut.
Pengganti Pater Rutgers adalah Pastor Fransiskus van Domelen MSC, seorang pastor muda yang penuh semangat. Seperti pendahulunya ia tidak menetap di Paroki karena ia merangkap tugas sebagai staf pengajar di Langgur. Pastor ini bertugas di Paroki Kelanit dari 1957 hingga 1960. Dalam masa tugasnya salib di puncak Masbait dibangun kembali sebagai Salib ke II, dan diresmikan pada hari Jum’at Agung tahun 1959
Sepeninggal Pastor van Domelen MSC, paroki kecil ini mulai dipercayakan kepada imam-imam pribumi. Untuk pertama kali tugas pelayanan paroki dipercayakan kepada seorang imam muda yang baru saja dithabiskan di Kathedral Langgur yaitu Pastor Paskalis Resubun MSC. yang dengan jiwa dan semangat mudanya melaksanakan tugas perdananya.
Tahun 1962 – 1963 Pastor paroki Kelanit adalah Pastor Yoseph Tethool MSC yang baru tiba dari Manado. Selain menjadi pastor paroki, beliau juga menjadi pengajar pelajaran Agama Katolik di SGA Fajar Langgur, Penulis termasuk anak binaannya dari SGA kelas II hingga tamat.
Pastor Yos Tethool digantikan oleh rekannya Pastor Alexan der Welerubun MSC yang bertugas selama dua periode yaitu 1963 -1965 dan 1979 -1984
Setelah Pastor Yos Tethool dipindahkan dari paroki Kelanit, karir beliau makin menanjak dan akhirnya menjadi Uskup Auxiliaris dan diperbantukan pada Keuskupan Amboina.
Tahun 1965 -1966 pastor paroki Kelanit dijabat oleh Pastor Engelbertus Yamrevav MSC.
Kemudian Pastor Kanisius Rumlus menjabat pastor paroki Kelanit dari tahun 1966 – 1967, beliau juga merangkap sebagai staf pengajar di Seminari Yudas Thadeus Langgur, jadi beliau tidak menetap di paroki
Tahun 1967 -1970 untuk pertama kalinya paroki kecil ini digembalakan oleh seorang imam diosesan yakni Pastor Eusebius Jamco Pr. Kemudian beliau terpilih sebagai anggauta MPRS utusan Maluku Tenggara. Pelayanan umat paroki pada saat beliau mengikuti sidang di Jakarta dilaksanakan oleh para Pastor dari Seminari Langgur dianta ranya Pastor FX. Venix MSC dan Pastor CJ. Bohm MSC (Rektor Seminari)
Tahun 1970 – 1971 paroki Kelanit dilayani oleh Pastor Titus Rahail MSC yang juga merangkap jabatan sebagai wakil uskup Kei dan Aru, sehingga seperti yang lain beliau tidak menetap di Paroki.
Kemudian beliau digantikan oleh wajah baru yang sudah tua yang adalah seorang bangsawan Belanda yaitu Pastor Antonius van Royen MSC yang menetap di paroki Kelanit selama kurang lebih 8 tahun. Walau tua namun semangatnya masih tinggi. Di antara usahanya yang masih tertinggal ialah sebuah bak penampung air hujan disamping Gereja untuk membantu masyarakat dikala membutuhkan air.Karena usianya sudah terlalu tua maka beliau harus meninggalkan tanah Kei yang dicintainya untuk kembali ke negeri Belanda. Sewaktu sisa hidupnya beliau beberapa kali menulis surat kepada umat stasi Kelanit yang disampaikan lewat beberapa tokoh umat diantaranya Ibu guru Paskalina Lefteuw yang adalah kakak kandung penulis. Sekepergian beliau pelayanan umat paroki kembali dipercayakan kepada Pastor Alex Welerebun yaitu dari tahun 1979 – 1984.
Pastor Willem Zomer MSC orang Belanda yang sudah menjadi WNI yang bertugas dari tahun 1984 – 1991 juga tidak menetap di pastoran Kelanit tetapi meski demikian dengan sebuah sepeda tua beliau melayani umat paroki. Beliau hampir-hampir tidak memiliki waktu istirahat, karena banyaknya tugas yang diembannya, yaitu selain jadi pastor paroki juga menjabat Superior MSC di Maluku, Kepala Sekolah PGA Katolik dan Ketua Yayasan St. Willibrordus. Pada masa jabatannya ini mulai dibenahi rukun-rukun disetiap stasi khususnya di stasi Kelanit. Sebenarnya rukun-rukun ini sudah terbentuk sejak Pastor Alex Welerubun namun masih kurang berhasil karena menggunakan sistim kategorial. Akhirnya itu diubah menjadi sistim Teritorial dan dimulai dengan 4 rukun. Kemudian salah satu dari 4 rukun itu dibagi dua dan menjadi 5 rukun dan bertahan sampai tahun 2006. Pada masa jabatannya berhasil dibangun TK Hati Kudus Kelanit dan pembangunan kembali salib dipuncak Masbait dengan dilengkapi stasi-stasi dan difungsikan sebagai taman ziarah. Sayang beliau tak sempat mengikuti upacara peresmiannya karena oleh kepentingan tugas di Ambon.
Tahun 1991 – 1992 paroki ini dilayani seorang Diakon yakni Diakon Hans Ngala MSC, yang setelah dithabiskan sebagai imam di Manado dimutasikan. Dalam tahun 1993 untuk sementara Pastor Titus Rahail (senior) kembali sampai pada saat upacara peresmian Taman Ziarah Kalvari
Mulai akhir 1993 hingga tahun 2000 paroki ini dilayani oleh Pastor Gerardus Esserey MSC yang berasal dari kampung Karlomin (Kaswui) kabupaten Maluku Tengah. Beliau dibesarkan di Kei dan masuk Sekolah Rakyat di Kampung Ngilngof. SMP dan SGA di Langgur th 1964 dan kemudian masuk pendidikan imam dan dithabiskan di Masohi yang adalah Ibu Kota Maluku Tengah waktu itu. Ada suatu kebiasaan pada waktu beliau menjabat yaitu bahwa setiap pasangan yang dinikahkannya wajib masuk menjadi anggauta Konfreria Apostolat, karena itu pada masa kini anggauta Apostolat semakin banyak tapi yang aktif biasanya kaum ibu. Pada waktu terjadi kerusuhan di Tual tahun 1999, beliau tetap berada di tempat pengungsian dipuncak Masbait bersama umat Kelanit, Loon dan Ohoider
Pada tahun 2000 Pastor Matheus Bwariat Pr yang baru dithabiskan ditunjuk menjadi pastor paroki Kelanit, sedang Pastor Gerardus Esserey MSC dimutasikan ke paroki Ohoidertutu. Pastor muda dengan tugas perdana sebagai pastor paroki sering menyebut paroki ini sebagai cinta pertamanya dan ia sangat disenangi umat karena ia sering mendorong umat untuk membangun. Beliau juga tidak menetap di paroki karena tugas lain seperti staf pengajar di Seminari. Atas dorongannya, maka Gereja St.Petrus Kelanit mengalami kemajuan yakni adanya pemasangan lantai keramik, juga atas inisiatifnya umat stasi Kelanit bekerjasama mengambil bagian dalam penataan halaman biara susteran TMM Langgur, termasuk pagar tembok pada bagian belakang. Selama bertugas disini beliau juga berjasa dalam bidang panggilan sehingga banyak anak paroki khususnya dari stasi ini tergerak untuk masuk Seminari. Juga ada tiga orang gadis yang menyatakan diri bersedia masuk biara, yaitu Nn. Lisa Kilmas (asal Loon) yang memasuki aspiran di Flores dan novisiat di Italia. Juga Nn Maria Renyaan dan Nn Jeanne Lefteuw (keduanya asal Kelanit) yang masuk aspiran, postulan dan kemudian menyelesaikan novisiatnya di Philippina. Mungkin kalau beliau lama di sini barangkali panggilan akan makin bertambah, namun pada akhir tahun 2002 beliau pindah ke Saumlaki untuk menjadi Rektor Seminari di sana. Sebelum pindah dari paroki ini beliau sempat membentuk Dewan Pastoral Paroki Kelanit sehingga paroki Kelanit menjadi setara dengan paroki-paroki lain. Serah terima dengan penggantinya Pastor Constan Fatlolon Pr di Gereja St. Petrus Kelanit disaksikan oleh Pastor Ohoira Pr rektor Seminari Langgur selaku wakil Uskup wilayah Kei Kecil beserta umat stasi Kelanit, anggauta DPP dan DPS. Paroki. Sebenarnya beliau juga berencana untuk membangun pastoran yang memperoleh dukungan DPS dan umat, tapi Tuhan mempunyai rencana lain, dan beliau keburu pindah.
Tahun 2002-2003 merupakan masa jabatan Pastor Costan Fatlolon Pr, namun meskipun hanya bertugas selama setahun beliau cukup berhasil, dan seperti beberapa pendahulunya Paroki Kelanit merupakan tempat menimba pengalaman pertama sebagai imam yang baru dithabiskan tahun 2002 itu. Ia berhasil merintis organisasi SEKAMI. Beliau juga secara positif terlibat dalam peringatan seabad masuknya Agama Katolik di Kelanit, termasuk dengan mengeluarkan SK Pastor paroki tentang Panitia Peringatan 100 tahun Agama Katolik di Kelanit. Dalam kegiatan ini beliau menyelenggarakan misa pertobatan umum serta ikut ambil bagian dalam upacara pembersihan desa yang dipimpin oleh PJ.Raja Faan, memimpin misa dan sekaligus memberkati lokasi dan bersama kepala Bimas Katolik dari kantor Agama kabupaten Maluku Tenggara Bpk.J. Nalar Ba meletakkan batu pertama pembangunan monumen peringatan di sini. Dan Akhirnya bersama wakil Uskup wilayah Kei Kecil mempersembahkan perayaan Ekaristi di Gereja St. Petrus Kelanit dalam rangka memperingati 100 tahun Agama Katolik masuk dikampung ini pada tanggal 19 Oktober 2003
Pada akhir 2003, Pastor Costan Fatlolon Pr dipindahkan ke Ambon sebagai sekretaris Keuskupan dan digantikan oleh seorang imam yang baru dithabiskan pada akhir tahun 2003 itu yakni Pastor Clemens El Pr.Tanggal 31 Desember 2003 diadakan serah terima di Gereja Kelanit disaksikan oleh Pastor Sebastianus Kolo MSC, Dewan Pastoral stasi Kelanit dan umat.
Pastor Clemens Ell Pr. Bertugas dari awal 2004 sampai tahun 2005, dan beliau juga memperhatikan kegiatan SEKAMI dan MUDIKA, melanjutkan kegiatan misa untuk tiap rukun dan tambahan ada misa untuk tiap Marga, hal mana disambut dengan positif oleh umat. Seperti pendahulunya tugas pastoral dirangkap dengan tugas sebagai pengajar di seminari.
Beliau kemudian digantikan oleh Pastor Lucky Kelwulan Pr, yang menerima tugas sebagai pastor paroki Kelanit pada akhir tahun 2005. Pastor yang menjadi Kepala Unio Projo ini bertekad menetap di pastoran paroki Kelanit setelah merayakan misa Natal 2005. Beliau berpendapat paroki sebaiknya dijadikan pusat pelayanan pastoral. Siapa saja yang berniat berurusan dengan pastor paroki harus datang ke Kelanit bukan ke Langgur. Beliau mendukung pula kegiatan panitia pembangunan monumen untuk menyelesaikan lokasi monumen 100 tahun yang agak terhenti penyelesaiannya sejak tahun 2003, dan juga mendukung panitia pembangunan monumen pentakhtaan Arca Hati Kudus dan pada tanggal 10 Juni 2006 beliau sempat mempersembahkan misa di lokasi dan sekaligus meletakkan batu pertama bersama ketua Apostolat Keuskupan Amboina (Bpk Max Renyaan)
Pastor Lucky Kelwulan Pr bertekad pula untuk membangun gedung pastori yang baru dan memperoleh dukungan dana awal dari Keuskupan lewat Komisi Pembangunan sebesar Rp. 10 juta. Pada hari Rabu 19 Juli 2006 pagi, telah tiba di pastoran Kelanit Pastor Jack Renyaan Pr dari Komisi diatas untuk meninjau langsung lokasi dan memantapkan gambar rencana yang telah dibuat. Pastor Lucky sempat mengundang Bpk. MarkusLefteuw (Orangkay Kelanit), Alex Buang Lefteuw (Ketua DPS).Vantinus Renyaan (Mantan Pj.Kades/Mantan ketua DPS), Markus Kasim Lefteuw (tukang), Thoby Lefteuw (ahli bangunan) dan Marius Lefteuw (Penulis / tokoh masyarakat), setelah berkomunikasi di lapangan, maka rencana yang sudah dibuat itu ternyata perlu dirombak seperlunya.. Mengawali pekerjaan fisik yang akan dikelola oleh sebuah panitia, maka pastor paroki melalui kebijaksanaannya telah menghimbau umat stasi agar setiap rukun menyiapkan bahan lokal berupa batu dan tanah putih yang memperoleh sambutanpositif dari umat sehingga kedua bahan tersebut telah tiba di lokasi pastori.
Tahun 2006 dilakukan serah terima pimpinan Unio Projo dari Pastor Lucky Kelwulan Pr kepada Pastor Eko Reyaan Pr, sedangkan tugas sebagai staf pembina di seminari S.Y.T tetap dipegang oleh Lucky Kelwulan Pr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar